Kamis, 24 Oktober 2024

Koneksi Antar Materi Modul 3.1





KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN
SEBAGAI PEMIMPIN

ARIEF FITRIAN, S.Pd.I

CGP ANGKATAN 11 KELAS 03.B
SDN 15 WAY SERDANG, MESUJI, LAMPUNG
FASILITATOR : ANANG SUPRAPTO, M.Pd
PENGAJAR PRAKTIK : FATIMAH, S.Pd.I



Pada aktivitas koneksi antar materi kali ini, penulis akan mencoba mengoneksikan materi Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin dengan modul- modul dalam PGP yang sudah dipelajari sebelumnya.


Filosofi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada murid, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Proses “menuntun” yang dimaksudkan kemudian diimplementasikan dalam bentuk Pratap Triloka yang kita kenal dengan ungkapan Ing ngarso sing tuladha (Di depan anak murid, Guru harus mampu memberikan contoh/teladan yang baik), Ing madya mangun karsa (Di tengah/ Di antara muridnya, Guru mampu memberikan inspirasi / motivasi. Dan Tut Wuri Handayani (Di belakang muridnya, Guru harus memberikan dukungan dan kepercayaan).

. Jika dikaitkan dengan materi modul 3.1 Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin, bisa diartikan bahwa sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang guru harus mampu menjadi teladan yang baik bagi muridnya, memberikan motivasi dan dorongan bagi kemajuan dan kesuksesan murid-muridnya. Begitu juga dalam hal pengambilan keputusan haruslah berpihak pada murid. Berpihak pada murid maksudnya adalah agar keputusan yang diambil harus memiliki nilai kepentingan untuk murid dan beorientasi pada kebutuhan murid. Dan seminim mungkin menghindari pengambilan keputusan yang akan menyakiti hati murid atau menimbulkan masalah baru bagi murid


Nilai-Nilai Guru Penggerak

Nilai-nilai sebagai Guru Penggerak terdiri atas 5 Nilai yaitu : Berpihak pada murid , Mandiri, Reflektif, Kolaboratif dan Inovatif. Kelima Nilai Guru Penggerak ini sangat berpengaruh secara etika dan emosional terhadap prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan beretika. Nilai-nilai kebajikan universal yang tertanam dalam diri seorang guru akan membentuk suatu karakter yang kuat dan berpengaruh pada prinsip dalam pengambilan keputusan. Suatu pengambilan keputusan, walaupun telah berlandaskan pada suatu prinsip atau nilai-nilai tertentu, tetap akan memiliki konsekuensi yang mengikutinya. Sebagai seorang pemimpin, keputusan yang kita ambil harus berdasar pada tiga unsur yaitu berpihak pada murid, berdasar pada nilai-nilai kebajikan universal dan juga bertanggung jawab.


Coaching

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Salah satu tujuan coaching yaitu menggali kemampuan orang lain dalam memecahkan masalah. Seorang guru bisa menggunakan keterampilan coaching dalam membantu siswa memecahkan masalah yang dihadapi dan membantu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Melalui kegiatan coaching, keputusan yang diambil akan lebih efektif, karena berdasarkan potensi yang dimiliki oleh seseorang. Sama halnya jika kita ingin mengambil suatu keputusan terhadap suatu kasus. Apalagi kasus tersebut melibatkan rekan sejawat guru. Maka proses coaching adalah proses yang tepat untuk dilaksanakan dalam rangka membimbing rekan kita tersebut dan sama-sama menemukan rangkaian kegiatan yang bertanggung jawab dalam penuntasan kasus yang terjadi. Alur percakapan TIRTA serta mendengarkan dengan RASA akan memberikan suasana positif bagi pelaku kasus dan menggiring pada solusi terbaik.


Kompetensi Sosial dan Emosional

Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik, akan lebih efektif dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas karena mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid. Kestabilan sosial-emosional yang dimiliki seorang Guru berpengaruh positif pada kemampuannya dalam mengelola kelas dan memanajemen kelas. Hubungan baik antara Guru dan murid ini akan mampu mewujudkan lingkungan belajar yang suportif yang penuh dengan pembelajaran-pembelajaran bermakna. Kemampuan sosial emosional seorang guru akan berpengaruh dengan kemampuan dalam pengambilan keputusan, contohnya pada kasus dilema etika. Karena pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, berpihak pada murid, dan berdasar pada nilai-nilai kebajikan universal membutuhkan keterampilan sosial dan emosional.


Tentang Studi Kasus Masalah Moral Atau Etika

Seorang yang berprofesi sebagai guru tentunya memiliki professional judgement (pertimbangan profesional) dalam menganalisis kasus serta efek dari ketuntasan sebuah kasus tersebut terhadap nama baiknya dan nama baik sekolah. Pertimbangan itu sering sekali lahir dari nilai-nilai kebajikan yang selama ini dianut oleh seorang guru tersebut. Apabila nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin adalah nilai-nilai kebajikan universal, maka besar kemungkinan semua putusan yang diambil oleh pemimpin tersebut akan berpihak pada murid, beerdasarkan nilai-nilai kebajikan universal dan dapat secara penuh dipertanggungjawabkan.


Pengambilan Keputusan Yang Tepat

Pengambilan keputusan dipandang tepat dan akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman adalah dengan melibatkan berbagai pihak terkait dalam pengambilan keputusan tersebut. Jika masalahnya adalah masalah yang masih bisa ditolerir dan masih bisa dikonsumsi oleh publik, maka tidak ada salahnya menyelesaikan masalah dengan musyawarah mufakat. Namun, jika kasus di sekolah tersebut sangat sensitif dan tidak layak dikonsumsi oleh publik, sebagai pemimpin perlu mencari penyelesaian yang terbaik dengan pelaku dalam kasus tersebut dengan orang tuanya secara tertutup. Dan kemudian hasil akhirnya dikomunikasikan dengan guru dan komite. Hal ini perlu untuk mengantisipasi berbagai anggapan buruk dari pihak ketiga atau masyarakat terhadap citra sekolah. Dengan menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip serta 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, maka pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang kondusif, aman, dan nyaman sehingga akan terbangun budaya positif.


Tantangan-Tantangan

Yang menjadi tantangan dalam pengambilan keputusan terkait kasus dilemma etika yang ada di lingkungan saya diantaranya :

  1. Pemikiran yang berbeda pada setiap individu sehingga menimbulkan perbedaan pendapat dan cukup sulit dalam membangun kolaborasi serta mengambil keputusan yang baik bagi semua pihak.
  2. Pola pikir orang tua terhadap pendidikan anak yang masih menganggap pendidikan semata-mata tanggung jawab guru di sekolah sehingga ruang kolaborasi antara prang tua dan sekolah masih sulit dibangun.
  3. Banyak siswa yang mengalami broken home akibat perceraian orang tuanya dan mengalami penelantaran sehingga sulit melakukan komunikasi dengan orang tua.


Pengaruh Pengambilan Keputusan Dengan Pengajaran Yang Memerdekakan Murid

Pengambilan keputusan yang kita ambil dalam menuntaskan permasalahan kasus di sekolah sangat dipengaruhi oleh pengajaran kita yang memerdekakan murid. Jika keputusan yang diambil memberikan efek yang baik, menenteramkan, menertibkan dan menyenangkan semua pihak dan tidak menyakiti perasaan. Maka secara tidak langsung itu adalah cara kita dalam memerdekakan murid-murid kita.

Untuk menciptakan pengajaran yang memerdekakan murid dan sesuai dengan potensi mereka masing-masing diperlukan asesmen diagnostic oleh seorang guru. Hal ini untuk menentukan pembelajaran yang tepat yang memerdekakan murid-murid dan menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan potensi masing-masing murid. Pembelajaran yang tepat dalam mengakomodasi potensi murid yang berbeda-beda dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi


Pengaruh Pengambilan Keputusan Seorang Pemimpin Pembelajaran Dengan Kehidupan Atau Masa Depan Murid.

Seorang guru adalah pemimpin pembelajaran yang bertugas menuntun kodrat anak dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan harus berpihak pada murid sehingga mampu menciptakan well being murid untuk masa depan yang lebih baik. Guru harus mampu menerapkan dasar pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, sesuai dengan nilai- nilai kebajikan serta bertanggung jawab. Segala yang kita putuskan akan sangat berpengaruh pada kehidupan dan masa depan murid. Kesalahan dalam mengambil keputusan terhadap kasus yang melibatkan murid akan berefek pada masa depan murid yang bisa saja makin terpuruk.


Kesimpulan Akhir Modul

Kesimpulan dari pembelajaran modul 3.1 ini adalah bahwa dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin hendaknya berdasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Selain itu keputusan yang diambil juga harus berdasarkan 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil.

Dalam modul 1 kita dibekali teori dasar dalam keberpihakan pembelajaran pada murid. Di modul 2 berisi tentang bekal kita dalam pelaksanaan pembelajaran, sementara modul 3 ini adalah modul yang membekali kita menjadi seorang pemimpin pembelajaran. Ketiga modul ini saling berkaitan dan menjadi bekal kita dalam mengimplementasikan pembelajaran merdeka demi terwujudnya profil pelajar Pancasila.


Hal-Hal Yang Di Luar Dugaan

Pemahaman saya tentang kasus dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan masih perlu digali kembali dengan banyak mengadakan diskusi dan kajian-kajian lanjutan. Khususnya dalam menganalisis berbagai studi kasus nyata yang terjadi di sekolah dan bukan hanya kepada murid, tetapi juga studi kasus yang didalamnya melibatkan rekan kita. Bagaimana kita harus bersikap dan bagaimana kita menerapkan konsep-konsep seperti 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan jika yang menjadi pelaku adalah rekan sejawat kita sendiri.

Hal yang diluar dugaan adalah setelah menjalani proses wawancara di demonstrasi kontekstual. Kepala Sekolah yang saya wawancarai masih berpatokan kepada keefektifan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan.


Penerapan Pengambilan Keputusan Sebelum Mempelajari Modul 3.1

Saya pernah menerapkan pengambilan keputusan berdasarkan nilai kebajikan universal pada kasus dilema etika, namun belum menerapkan pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. keputusan yang saya ambil hanya berdasarkan pada sesuatu yang saya anggap benar.


Dampak Mempelajari Modul 3.1

Setelah mempelajari modul ini saya jadi bisa membedakan kasus-kasus antara bujukan moral dan dilemma etika. Saya juga jadi tahu bahwa dalam mengambil keputusan kita harus berdasar pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.


Penting Mempelajari Topik Modul 3.1

Sangat penting bagi saya untuk mempelajari modul ini. Melalui modul ini, saya jadi memahami bahwa setiap keputusan yang saya ambil akan berdampak pada masa depan murid. Saya juga menyadari bahwa pengambilan keputusan haruslah berpihak pada kepentingan murid, berdasar pada nilai-nilai kebajikan dan harus dapat dipertanggung jawabkan.

Sebagai seorang pemimpin, modul ini memberikan saya bekal yang menuntun saya kepada kebijaksanaan yang mampu mengangkat profesionalitas sebagai guru, menuntun saya lebih luwes dalam menyikapi berbagai kasus yang ada.

Kamis, 11 Juli 2024

DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.2

 

Oleh Arief Fitrian, S.Pd.I,  CGP Angkatan 11 Kelas 03.B

Saat ini saya sedang menjalani Pendidikan Guru Penggerak.  Sejauh ini banyak perubahan pada diri saya baik dalam pola pikir maupun cara menjalani aktivitas sebagai guru daripada sebelum mengikuti Pendidikan Guru Penggerak. Dari perubahan-perubahan yang saya rasakan saat ini, saya membayangkan bagaimana diri saya 3 tahun kedepan setelah menyesesaikan Pendidikan Guru Penggerak.


A. Gambaran Diri Di Masa Depan Menjalani Aktivitas Sebagai Guru Penggerak

Perjalanan awal dimulai setelah lulus dari program Pendidikan Guru Penggerak kemudian menjalani peran sebagai guru penggerak selama tiga tahun, saya membayangkan menjadi pribadi yang lebih percaya diri, lebih termotivasi, penuh dengan gagasan dan ide-ide inovatif dalam menjalankan peran dan kewajiban sebagai pendidik dan guru penggerak.

Nilai-nilai guru penggerak yang saya pedomani yang meliputi berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif telah ada dalam diri saya dan berkembang secara signifikan. Peran saya sebagai guru penggerak juga semakin nyata dan berdampak positif baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat dalam membawa transformasi pendidikan meskipun banyak menghadapi tantangan dan hambatan. Saya semakin yakin dan percaya dengan langkah saya membawa gerakan perubahan baik untuk diri saya, lingkungan sekolah dan ekosistem pendidikan secara umum.

B.  Nilai-nilai Guru Penggerak

1. Berpihak Pada Murid  

Selama tiga tahun saya menjalani peran sebagai guru penggerak, nilai guru penggerak yang berpihak pada murid semakin tumbuh dan menyatu dalam diri. saya membayangkan, gambaran diri saya dalam pembelajaran yang berpihak pada murid sebagai berikut.

Saya menerapkan filosofis Pendidikan Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan adalah menuntun anak sesuai dengan kodratnya untuk mencapai kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan. Saya  mengkondisikan suasana kelas secara kondusif, riang dan bahagia dalam belajar sehingga anak didik antusias dalam setiap proses pembelajaran.

Semboyan Ki Hajar Dewantara Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani saya terapkan dengan usaha dan kemampuan saya. Sebagai pendidik saya memberi contoh tauladan yang baik, menyemangati, menginspirasi dan mendorong agar anak berkembang sesuai dengan potensinya.

Saya menerapkan model/metode pembelajaran yang berpusat pada murid seperti Model PBL, PjBL, Discovery Learning dengan pendekatan saintifik, keterampilan proses dan lain-lain dan mengembangkan pembelajaran abad 21 untuk menjawab tuntutan zaman yang diharapkan siswa memiliki kompetensi 4C (Collaboration, Comunication, Creativy dan Critical Thingking). Mengadakan pembelajaran kolaboratif baik yang mandiri maupun yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain dan project kelompok yang memungkinkan siswa dapat berkolaborasi.  Saya melakukan pembelajaran yang menumbuhkembangkan karakter dan nilai-budaya yang memanfaatkan kekuatan sosio-kultural.

Selain itu, saya menggunakan dan mengembangkan media dan alat peraga yang inovatif dan menarik yang sesuai dengan model pembelajaran abad 21 dengan melibatklan platform digital/sosmed yang dekat dengan keseharian anak sehingga siswa semangat belajar.  Sementara sebagai guru saya berperan menjadi fasilitator.

2. Kolaboratif

Kolaborasi adalah ide menelurkan gagasan secara bersama-sama  untuk mencapai tujuan bersama dalam pembelajaran. Kolaborasi bisa dilakukan dengan siswa, rekan sejawat, orangtua atau pihak lain yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.

Saya membayangkan, di masa depan saya sebagai Guru Penggerak menjadi pribadi yang aktif melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak.  Saya aktif berkolaborasi dengan sesama guru di sekolah untuk mendiskusikan model, metode dan pendekatan pembelajaran yang  efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kami juga aktif berkolaborasi dan berbagi pengalaman  serta saling menceritkan tantangan yang dihadapi dan mencari solusinya bersama-sama.

Saya aktif berkolaborasi dengan teman-teman KKG PAI di Kecamatan Way Serdang dan KKG PAI di Kabupaten Mesuji untuk mendiskusikan terkait pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Aktif berkolaborasi dengan guru mata pelajaran lain untuk mengadakan pembelajaran dan project kolaborasi. Aktif berkolaborasi dengan orang tua untuk mendukung setiap program pembelajaran yang menjadi program sekolah. 

3. Reflektif 

Reflektif mengandung arti bahwa seorang guru penggerak mampu senantiasa merefleksikan diri dan memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Saya membayangkan, sebagai guru penggerak saya telah menjadi pribadi yang reflektif.  Saya selalu mempersiapkan dengan baik apa yang akan saya lakukan dalam setiap kegiatan pembelajaran. Saya mempersiapkan bagaimana suasana kelas yang akan saya ciptakan, model pembelajaran, metode dan  pendekatan pembelajaran sera  alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran sudah didesain secara matang.

Saya melaksanakan pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan kemudian melakukan evaluasi, apa yang kurang dalam pembelajaran dengan meminta umpan balik siswa dan mendokumentasikannya dalam bentuk catatan maupun jurnal sebagai bahan untuk merancang pembelajaran yang lebih baik dan lebih inovatif di pembelajaran berikutnya. Segala aktivitas dalam pendidikan saya dokumentasikan dalam bentuk portofolio digital dengan memanfaatkan teknologi digital yang saya kuasai.

Secara berkala meminta masukan dari rekan sejawat untuk hadir dalam pembelajaran  dan menilai pembelajaran saya untuk direfleksi mana yang sudah baik dan mana yang harus ditingkatkan. Melakukan pembelajaran berikutnya yang merupakan perbaikan dari hasil evaluasi, umpan balik siswa dan rekan sejawat dari pembelajaran sebelumnya.  Di samping itu, secara berkala melakukan evaluasi terhadap  sikap, perbuatan, program pembelajaran dan lain sebagainya.

4. Mandiri

Saya membayangkan, sebagai guru penggerak saya terbiasa menjadi pribadi yang mandiri. Saya senantiasa berusaha  untuk tidak membebani siswa, rekan sejawat, pimpinan dan institusi sekolah dalam proses pengembangan diri saya.

Sebagai pribadi yang mandiri, saya memiliki kesadaran bahwa belajar adalah perjalanan sepanjang hayat. Saya berusaha melakukan kegiatan pengembangan diri tanpa membebani pihak atau institusi manapun, tanpa menunggu perintah dari siapapun.  Saya mengenali dan mengetahui kompetensi mana dari diri saya yang perlu saya kembangkan. Saya rutin menginvestasikan waktu dan uang untuk membeli buku-buku yang digunakan sebagai sumber belajar untuk meningkatkan kompetensi saya sebagai guru.

Saya mengikuti kegiatan-kegiatan pengembangan diri yang diselenggarakan oleh Kemendikbud melalui SIMPKB maupun lembaga-lembaga lain yang terpercaya dengan penuh semangat. Mengikuti kegiatan pelatihan publikasi ilmiah, pelatihan penulisan jurnal, pelatihan menulis artikel dan buku, untuk meningkatkan kompetensi menulis saya lalu aktif berbagi dengan sesama guru, warga sekolah dan lingkungan eksternal pendidikan untuk berbagi atas apa yang sudah saya pelajari. Saya mendorong semangat belajar bersama. 

5. Inovatif 

Nilai inovatif dari seorang Guru Penggerak adalah mampu senantiasa memunculkan ide-ide maupun gagasan-gagasan baru yang tepat guna terkait situasi tertentu ataupun permasalahan yang ada pada saat itu.

Saya membayangkan, sebagai guru penggerak saya adalah pribadi yang inovatif yang mampu memberikan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran ataupun pengembangan sekolah. Saya membiasakan diri menciptakan suasana pembelajaran yang atraktif dan menyenangkan untuk siswa yang berbeda dengan gaya belajar konvensional selama ini. Selalu mencoba dan menemukan kombinasi metode, model dan pendekatan serta alat peraga untuk pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan usia dan zaman siswa. Dengan inovasi-inovasi yang saya lakukan akan banyak orang terinspirasi untuk menggunakan atau mengembangkan inovasi-inovasi baru dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran.


Selasa, 02 Juli 2024

Koneksi Antar Materi Modul 1.1 Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hajar Dewantara | Arief Fitrian, S.Pd.I

 

Koneksi antar materi modul 1.1

Oleh Arief Fitrian

CGP Angkatan 11 Kelas 11.03

 

A. Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

1.     Arti dan Maksud Pendidikan

Kata ‘Pendidikan’ dan ‘Pengajaran’ itu seringkali dipahami sama padahal berbeda. Pengajaran  merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Maksudnya, pengajaran itu adalah salah satu cara dalam pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. 

Maksud Pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

 

2.     Pendidikan Yang Menuntun

Tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak – anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi – tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam proses “menuntun”, anak diberi kebebasan, namun pendidik harus bisa menjadi “pamong” dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang “Pamong” dapat memberikan “tuntunan” agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak juga secara sadar memahami bahwa kemerdekaan dirinya juga mempengaruhi kemerdekaan anak lainnya. Oleh sebab itu tuntunan seorang guru mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain (menjadi manusia dan anggota masyarakat)

 

3.     Pendidikan Yang Sesuai Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat Alam dan Kodrat Zaman. Kodrat Alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan dimana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”

Ki Hajar Dewantara hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodrtanya sesuai dengan alam dan zamannya. Bila melihat dari kodrat zaman, pendidikan saat ini menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki keterampilan Abad ke-21, sedangkan dalam memaknai kodrat alam maka pendidikan harus disesuaikan dengan konteks lokal sosial budaya murid setempat, Murid di Indonesia Barat tentu memliliki karakteristik yang berbeda dengan murid di Indonesia Tengah atau Indonesia Timur.

 

4.     Pendidikan yang memerdekakan dan menghamba pada anak.

Pendidikan yang memerdekakan menurut Ki Hajar Dewantara adalah suatu proses pendidikan yang meletakkan unsur kebebasan anak didik untuk mengatur dirinya sendiri, bertumbuh kembang menurut kodratnya secara lahiriah dan batiniah. Pendidikan harus berorientasi pada murid sehingga pendidikan harus berhamba (melayani dengan sepenuh hati) pada anak.

 



B.  Hal yang saya percayai sebelum mempelajari Modul 1.1

Sebelum saya mempelajari modul 1.1 tentang Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yang menjabarkan tentang pemikiran beliau tentang pendidikan, Pembelajaran yang saya lakukan masih berorientasi Teacher-Centered (berpusat pada guru) dimana murid hanya sebagai objek pembelajaran saja. Pembelajaran yang sering saya lakukan lebih banyak sebatas mentransfer materi pelajaran saja dengan menganggap bahwa ketuntasan belajar cukup dengan penyampaian materi saja dan penguasaan materi oleh murid lebih penting daripada memahami karakteristik murid. Di sini, biasanya saya hanya melihat ketuntasan belajar  murid dari aspek kognitif saja misalnya saat mereka mengerjakan soal berupa Tugas atau Penilaian Harian. Jika nilai murid sudah mencapai KKM dinyatakan bahwa pembelajaran sudah berhasil dan begitu juga sebaliknya.

Sebelumnya-pun saya kurang memperharikan apakah murid sudah benar-benar paham dari apa yang saya ajarkan atau belum, karena fokus saya lebih pada ketercapaian materi mengingat materi yang saya ajarkan sangat padat. Selain itu Refleksi maupun umpan balik setelah pembelajaran sangat jarang dilakukan.  Dalam proses pembelajaran di kelas, saya lebih sering menggunakan metode ceramah, meskipun kadang ada diskusi tapi kurang memberi makna bagi murid. Setelah itu memberi contoh soal lalu memberi latihan soal untuk pendalaman materi. Berkaca dari hal ini, apa yang saya lakukan saya sadari salah dan jauh dari pemikiran bahwa seorang Guru harus menghamba pada murid.

 

C.  Pemikiran dan Perilaku yang berubah setelah mempelajari Modul 1.1

Setelah saya mempelajari modul 1.1 tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya menyadari bahwa apa yang saya pikirkan dan saya lakukan selama ini tidaklah tepat. Pemikiran saya masih banyak dipengaruhi pemikiran lama yang sudah tidak sesuai dengan konteks pendidikan zaman sekarang sehingga banyak hak anak yang terabaikan. Proses pembelajaran yang seharusnya saya lakukan adalah menyeluruh bukan hanya aspek kognitif saja namun juga afektif psikomotor spiritual sosial dan budaya, semua yang berkaitan dengan kodrat anak. Semestinya saya menempatkan murid pada porsinya yaitu bukan sebagai objek pembelajaran melainkan subjek pembelajaran yang artinya murid memiliki kebebasan berekspresi mengemukakan pendapat dan berkreasi sesuai dengan metode atau model pembelajaran dan media yang tepat.

Saya sebagai guru semestinya menjadi  pamong dan fasilitator dalam proses pembelajaran, penuh kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan hati mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan dan berpihak pada murid. Selain itu, sebagai guru saya seharusnya memahami karakteristik murid karena setiap anak dilahirkan unik dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, saya harus lebih menghargai setiap karakter murid dengan memberikan layanan dam kesempatan kepada mereka untuk tumbuh sesuai dengan kodratnya.

 

D.  Penerapan di Kelas Untuk Mewujudkan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Hal yang dapat segera saya terapkan dalam pembelajaran di kelas antara lain :

1.     Merancang pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan dengan melibatkan murid sesuai dengan model pembelajaran yang student-centered (berpusat pada murid). Saya akan menerapkan pembelajaran abad 21 yang sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu berpikir kritis kreatif komunikasi dan kolaborasi dengan berpegang teguh pada konsep memerdekakan anak. Pembelajaran tidak lagi menuntut tetapi menuntun karena tugas guru adalah memberi tuntunan atau arahan yang baik kepada murid dan berusaha menjadi teladan bagi murid, baik dalam perkataan maupun perbuatan.

2.     Saya akan berusaha memahami karakter dan latar belakang murid dengan lebih baik lagi dengan menjalin komunikasi yang baik.

3.     Saya akan membiasakan diri untuk melakukan refleksi dalam setiap kegiatan pembelajaran agar saya dapat mengevaluasi proses pembelajaran yang  sudah saya lakukan dan melakukan tindak lanjut yang sesuai agar proses pembelajaran selanjutnya dapat berjalan lebih baik.

Kamis, 11 November 2021

Inovasi Best Practice Dalam Pemanfaatan Fitur Sumber Belajar Rumah Belajar Pada Model Pembelajaran Flipped Classroom

Assalamu'alaikum wr.wb.

Salam Pendidikan, Salam Rumah Belajar

Tabik Pun,


Sahabat, pernahkah mengamati dan menelaah suatu kejadian yang ada si sekeliling kita. Dahulu jika kita membutuhkan suatu barang, kita harus berjalan ke pasar atau ke toko. tapi sekarang barang yang kita inginkan bisa kita dapatkan tanpa harus keluar rumah. Apapun sekarang dapat kita lakukan dari rumah hanya dengan menggunakan gadget. Ya, inilah era Industri 4.0 dimana segala sesuatu dilakukan dengan mudah dan cepat berkat kemajuan teknologi yang serba otomatis.  Hidup manusia sekarang tidak terlepas dari teknologi. Teknologi membuat kita menjadi mudah.



Manfaat dari kemajuan teknologi sekarang ini membuat kita dengan cepat dapat terhubung dengan orang lain di tempat lain dan dengan cepat suatu informasi kita terima.  Apa yang terjadi di belahan dunia lain dapat kita ketahui sekarang juga, saat ini juga. tidak ada lagi batasan ruang dan waktu.

Kemajuan teknologi menempatkan kita pada posisi harus mampu beradaptasi bila tidak mau tertinggal dari orang lain.  Mau tidak mau, suka tidak suka kita akan dipaksa untuk menerima teknologi.  Tidak terkecuali dunia pendidikan. Saat ini bila suatu bangsa tidak mau mengintegrasikan teknologi ke dalam dunia pendidikan, maka bisa dipastikan pendidikan bangsa tersebut akan tertinggal dari bangsa-bangsa lain yang mengintegrasikan teknologi dalam sistem pendidikan mereka.

Indonesia sadar akan hal tersebut.  Maka pemerintah dengan kekuatan sumber dayanya berusaha mengintegrasikan teknologi dalam dunia pendidikan sebagai usaha beradaptasi dengan kemajuan teknologi.  Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah yaitu membangun Portal Rumah Belajar.  Rumah Belajar menyediakan bahan ajar dan berbagai fasilitas untuk mendukung pendidikan di Indonesia. 



Teknologi dalam dunia pendidikan adalah keharusan.  Rumah Belajar adalah salah satu terobosan mengintegrasikan teknologi ke dalam dunia pendidikan di Indonesia. Apalagi ketika dunia menghadapi pandemi covid-19, dunia pendidikan menerima dampak yang luar biasa. Pembelajaran tidak dapat dilakukan secara tatap muka di kelas melainkan dipaksa harus tatap maya.  Akibat pemberlakuan pembelajaran jarak jauh,  masyarakat yang belum siap dengan teknologi harus kehilangan akses ke dalam dunia pendidikan.   Maka mau tidak mau masyarakat harus "melek" teknologi agar bisa mengakses pendidikan.

Para pendidik pun demikian, mereka yang tadinya mengabaikan teknologi dipaksa harus mengubah model pembelajarannya yang mengharuskan menggunakan teknologi.  Namun ini adalah dampak yang positif karena dengan mengenal teknologi, para pendidik dapat berinovasi dalam model pembelajarannya untuk diterapkan kepada peserta didik.

Saat ini proses pembelajaran sudah mulai diizinkan meskipun dengan tatap muka terbatas dengan aturan ketat dalam penerapan protokol kesehatan dan pengurangan waktu belajar.  Konsekuensi dari berkurangnya waktu belajar di sekolah adalah guru harus mencari cara agar materi yang banyak dapat dituntaskan meskipun dengan waktu yang kurang cukup.  Salah satu solusi yang bisa digunakan adalah dengan mengubah model pembelajaran biasa dengan model pembelajaran Flipped Classroom.


Flipped Classroom (pembelajaran terbalik) adalah salah satu bentuk Blended Learning (Pembelajaran campursari) yaitu model pembelajaran yang menggabungkan pembelajaran sinkronous (langsung) dengan pembelajaran asinkronous (tidak langsung).  Bentuk flipped classroom menukar cara belajarnya.  biasanya guru memberikan materi pelajaran di kelas kemudian mengerjakan tugas di rumah.  Sekarang dibalik,  siswa mempelajari materi yang diberikan guru di rumah lalu mengerjakan tugas di kelas.

Contoh best Practice

Saya mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk kelas 6 SD dengan materi "Ayo berinfak dan bersedekah". Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang saya buat, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah siswa mampu memahami hikmah zakat, infak, dan sedekah sebagai implementasi dari rukun Islam.

Satu minggu sebelum pembelajaran di kelas, saya membagikan materi kepada siswa melalui Group WA berupa file PDF berisi materi tentang infak dan sedekah.  Selain itu, saya juga membagikan link menuju Portal Rumah Belajar berupa video pembelajaran tentang infak dan sedekah. Dan saya menugaskan mereka mencatat poin-poin penting dan catatan pertanyaan apabila ada materi yang tidak dapat dipahami.

Tugas materi untuk dipelajari
di rumah

Di kelas setelah melakukan pendahuluan yaitu memberi salam, berdo'a tadarus, absensi, apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, saya selanjutny a memastikan kesiapan siswa dengan materi yang akan dipelajari.  Saya menanyakan kepada meraka apakah mereka sudah membaca dan mempelajari materi yang dibagikan di grup dan apakah mereka sudah membuka link materi yang terhubung dengan portal rumah berlajar.

Menanyakan tugas mempelajari materi di rumah

Setelah memastikan mereka sudah mempelajari materi di rumah, kemudian saya membagi mereka menjadi lima kelompok. Setelah itu, saya menugaskan mereka untuk berdiskusi kelompok dengan tema diskusi sesuai tujuan pembelajaran yang saya tetapkan di RPP yaitu mencatat hikmah apa saja yang dapat diperoleh dari orang yang berinfak dan bersedekah baik berdasarkan materi yang mereka pelajari di rumah maupun dari pengalaman pribadi atau pengalam orang lain yang mereka ketahui. Saya tetapkan waktu berdikusi 10 menit.

Saat mereka berdiskusi, saya berkeliling memeriksa dan mengamati aktivitas diskusi mereka dan membantu mereka bila mengalami kesulitan saat berdiskusi.

Berkeliling mengamati siswa berdiskusi

Setelah waktu berdiskusi selesai, saya mempersilahkan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka sedangkan kelompok lain menanggapi hasil diskusi yang dipresentasikan.

Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok

Setelah semua kelompok selesai mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka, selanjutnya saya mengajak mereka untuk menyimpulkan hasil kegiatan diskusi mereka sesuai dengan tema diskusi yang diberikan.  Lalu saya memberi penguatan dan memberi penjelasan tambahan terkait poin materi yang terlewat saat berdiskusi.

Memberikan penguatan dan penjelasan tambahan

Untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran, saya melakukan evaluasi. Namun karena waktu yang tidak mencukupi bila evaluasi dilakukan di kelas, saya memberikan evaluasi berupa link latihan soal melalui grup WA untuk dikerjakan di rumah.

Evaluasi berupa link latihan soal

Setelah tugas evaluasi diberikan, kemudian pelajaran ditutup dengan salam.




Demikian inovasi praktik baik dengan memanfaatkan portal rumah belajar dalam model pembelajaran flipped classroom.


Semoga bermanfaat,